Ministry Can be so Frustrating, so Discouraging at Times
II KORINTUS 4:5-12
Khotbah Minggu 2Juni 2024
Ministry Can be so Frustrating, so Discouraging at Times
II KORINTUS 4:5-12
4:5 Sebab bukan diri kami yang kami beritakan, tetapi Yesus Kristus sebagai Tuhan, r dan diri kami sebagai hambamu karena kehendak Yesus.
4:6 Sebab Allah yang telah berfirman: “Dari dalam gelap akan terbit terang! “, Ia juga yang membuat terang-Nya bercahaya di dalam hati kita, supaya kita beroleh terang dari pengetahuan tentang kemuliaan Allah yang nampak pada wajah Kristus.
4:7 Tetapi harta ini kami punyai dalam bejana tanah liat supaya nyata, bahwa kekuatan yang melimpah-limpah itu berasal dari Allah, bukan dari diri kami.
4:8 Dalam segala hal kami ditindas, namun tidak terjepit ; kami habis akal, namun tidak putus asa;
4:9 kami dianiaya, namun tidak ditinggalkan sendirian, kami dihempaskan, namun tidak binasa. c
4:10 Kami senantiasa membawa kematian Yesus di dalam tubuh kami, supaya kehidupan Yesus juga menjadi nyata di dalam tubuh kami.
4:11 Sebab kami, yang masih hidup ini, terus-menerus diserahkan kepada maut karena Yesus, supaya juga hidup Yesus menjadi nyata di dalam tubuh kami yang fana ini.
4:12 Maka demikianlah maut giat di dalam diri kami dan hidup giat di dalam kamu.
1. Alasan mengapa kita sering kehilangan perspektif yang benar tentang pelayanan yang menyebabkan keputusasaan adalah karena kita berfokus pada diri kita sendiri, bukan pada Tuhan. Jemaat melihat kita dan bukan pada Tuhan. Mengharapkan kita untuk bertindak seperti Tuhan, melakukan pelayanan kita seperti Tuhan, tanpa cela dan tanpa kesalahan. Tidak mungkin!
Beberapa orang diKorintus menyangkal kerasulannya; beberapa orang saleh menuduhnya menipu dan memutarbalikkan firman Tuhan. Motifnya disalahartikan, tindakannya disalahartikan, kata-katanya diambil di luar konteks. Tidak mudah mendengarkan orang berbicara tentang kita, menyampaikan keluhan dan mengkritik kita dan/atau pekerjaan kita. Sungguh menyakitkan ketika orang mempertanyakan kelayakan kita, legitimasi kita dalam pelayanan, kemampuan kita untuk menulis, berpikir secara teologis. Itu membuat kita bersikap defensif. Kita mulai mempertanyakan diri kita sendiri: Apakah Tuhan benar-benar memanggil saya?
Khotbah ini mengingatkan kita akan kelemahan kita, kelemahan yang bertambah melalui iman kepada Kristus, bukan berkurang. Namun, itu juga mengingatkan kita akan keajaiban yang dapat ditemukan dalam hidup kita yang terbatas. Itu mengingatkan kita akan “harta dalam bejana tanah liat”.
2. Dalam upaya untuk membantu orang-orang mendapatkan fokus yang benar, Paulus berkata dalam ayat 5; “Sebab bukan diri kami yang kami beritakan, tetapi Yesus Kristus sebagai Tuhan, r dan diri kami sebagai hambamu karena kehendak Yesus.” Dalam ayat 5, rasul Paulus menegaskan bahwa ia bukanlah objek maupun subjek dari pemberitaannya. Yesus Kristus adalah hati dan jiwa dari pemberitaan Injilnya. Tanggung jawab kita adalah membantu orang lain melihat Yesus. Kita harus memberitakan Kristus. Melalui pemberitaan Yesus, kehidupan orang-orang diubahkan dan ditata ulang. Ketika kita memberitakan Yesus, hati dan rumah yang hancur disatukan kembali, orang-orang dibebaskan, disembuhkan, dan dijadikan utuh. Kita memiliki harta ini — pesan keselamatan melalui Kristus dalam bejana tanah liat. Kita hanyalah bejana-bejana; bejana tanah liat. Seseorang menyebut kita “bejana retak.” Namun, ada harta tak ternilai yang telah Tuhan tempatkan di dalam diri kita. Bejana menjadi berharga karena isinya.
Paulus memilih untuk tidak berfokus pada bejana yang mudah rusak, tetapi pada isinya yang berharga. Paulus memilih untuk tidak berfokus pada dirinya sendiri, tetapi pada Tuhan. Dari situlah kuasa itu berasal. Kita memiliki kuasa — kuasa Tuhan — di dalam diri kita. Itu sebuah paradoks. Bukankah Injil penuh dengan paradoks? Yang pertama akan menjadi yang terakhir dan yang terakhir akan menjadi yang pertama. Siapa pun yang ingin menjadi besar harus menjadi pelayan bagi semua orang. Jika kita ingin menyelamatkan hidup kita, kita harus rela kehilangannya. Harta ini kami punyai dalam bejana tanah liat. Fakta bahwa Tuhan memilih manusia yang terkadang rapuh, lemah, tidak aman dan memenuhi kita dengan diri-Nya adalah sebuah paradoks. Itulah paradoksnya: kuasa Tuhan bekerja di dalam dan melalui kita; pesan keselamatan yang berharga dalam Yesus Kristus dipercayakan kepada mereka yang membutuhkan keselamatan. Untuk menunjukkan bahwa kuasa yang melampaui segalanya itu berasal dari Tuhan dan bukan dari kita.
3. “Kami memiliki “harta” ini hanya dalam “bejana tanah liat” — tembikar yang murah dan rapuh. Paulus membandingkan orang-orang dengan bejana tanah liat yang mudah retak, pecah, dan bahkan hancur. Sebagai metafora untuk kerentanan keberadaan fana kita, bejana tanah liat juga digunakan dalam pelayanan imamat untuk kurban di bait suci. Bejana-bejana itu dapat dengan mudah pecah atau terkontaminasi. Paulus tidak menggambarkan kesulitan ekstrem ini untuk menonjolkan kekuatannya sendiri di tengah kesulitan. Harta karun dibejana tanah liat untuk mengajar kita agar percaya kepada Tuhan dan bukan kepada diri kita sendiri. Fakta bahwa Tuhan memilih manusia yang terkadang rapuh, lemah, tidak aman dan memenuhi kita dengan diri-Nya adalah sebuah paradoks. Itulah paradoksnya: kuasa Tuhan bekerja di dalam dan melalui kita; pesan keselamatan yang berharga dalam Yesus Kristus dipercayakan kepada mereka yang membutuhkan keselamatan. Untuk menunjukkan bahwa kuasa yang melampaui segalanya itu berasal dari Tuhan dan bukan dari kita.
Kerapuhan kita menghalangi orang untuk berfokus pada kita dan, sebaliknya, melalui pekerjaan Roh, berkonsentrasi pada Allah yang hidup. Harta karun dalam bejana tanah liat untuk mengajar kita agar percaya kepada Tuhan dan bukan kepada diri kita sendiri. Semua kesalahan, kehinaan, tantangan, kelalaian, dan kelemahan kita adalah kesempatan bagi Kristus untuk menunjukkan kuasa dan kehadiran-Nya di dalam dan melalui kita. Kerapuhan itu terlihat jelas dalam kehidupan Paulus dan Timotius. Dalam ayat 8 dan seterusnya mereka menulis; “dalam segala hal kami ditindas, namun tidak terjepit ; kami habis akal, namun tidak putus asa; kami dianiaya, namun tidak ditinggalkan sendirian, kami dihempaskan, namun tidak binasa. Itu mengingatkan kita pada paket yang dikirim kepada kita. Paket itu “dipadatkan dengan kuat di setiap sisi.” Tetapi obat berharga di dalamnya tidak. Kotak tempat obat itu dikirim telah “dihempaskan.” Tetapi muatannya yang berharga tidak hancur.
Kita mungkin terjatuh, tetapi tidak putus asa. Situasi kita tidak pernah tanpa harapan karena Tuhan menyelamatkan kita, bahkan ketika kita tidak dapat melihat jalan keluar. Harta dalam bejana tanah liat mengajarkan kita untuk berfokus pada Tuhan dan bukan pada diri kita sendiri atau orang lain. Paulus berkomitmen untuk melayani orang-orang meskipun mereka sering menyakitinya, mengecewakannya, dan tidak memenuhi harapannya.
Hanya melalui kuasa Tuhan kita mampu terus mengasihi yang tidak dapat dikasihi; menuntun mereka yang kita tidak yakin akan mengikuti, mengampuni mereka yang telah mencoba atau terus mencobai kita. Ada tujuan ilahi dalam tantangan pelayanan; yaitu menjadikan kita seperti Yesus. Tuhan menggunakan pencobaan kita, kekecewaan kita, pengalaman-pengalaman kita yang berat, untuk memangkas sisi-sisi yang kasar, untuk memoles, memoles dan membuat kita halus. Dicobai dalam api, kita akan keluar sebagai emas.
4. Apakah kita pernah menganggap diri kita sebagai bejana? Ini adalah konsep dasar dan esensial Kitab Suci berkenaan dengan umat manusia. Untuk apa bejana? Kita semua setuju bahwa bejana dibuat untuk menampung sesuatu. Itulah satu-satunya tujuannya. Bejana dibuat untuk menampung sesuatu. Bejana dirancang dan dibentuk untuk diisi dengan sesuatu. Itulah sebabnya ayat ini begitu penting. Ayat ini mengingatkan kita bahwa kita manusia dimaksudkan untuk menampung sesuatu. Kita diciptakan untuk menjadi bejana, pot, diciptakan untuk menampung sesuatu, untuk menampung sesuatu. Bejana di rumah Anda sendiri (pot, cangkir, atau mangkuk) dibuat untuk menampung sesuatu dan jika bejana tersebut tidak memiliki substansi itu di dalamnya, tentu saja bejana tersebut kosong. Bukanlah suatu kebetulan bahwa kita menggambarkan kehidupan tanpa Yesus Kristus sebagai kehidupan yang hampa, karena memang begitulah adanya. Dunia saat ini menderita apa yang disebut oleh Dr. Carl Jung sebagai “neurosis kekosongan.” Ia berkata, “Ketika tujuan hilang, makna pun hilang; ketika makna hilang, tujuan pun hilang; ketika tujuan hilang, kehidupan pun mati di tangan kita.” Inilah yang terjadi dalam hati dan kehidupan banyak orang saat ini, baik tua maupun muda — gelombang kekosongan yang besar, keputusasaan. Kekosongan itulah yang menciptakan kegelisahan yang menjadi ciri khas zaman kita. Lihatlah betapa akuratnya Kitab Suci menunjukkan elemen penting tentang kemanusiaan: Kita diciptakan untuk menjadi bejana, diciptakan untuk menampung sesuatu, dan jika kita tidak memiliki sesuatu itu di sana, hidup kita pasti hampa dan tidak berarti. Amin.
California 30 Mei 2024
Leave a reply to Marudut Cancel reply