1:8 Pertama-tama aku mengucap syukur kepada Allahku oleh Yesus Kristus atas kamu sekalian, sebab telah tersiar kabar tentang imanmu di seluruh dunia.
1:9 Karena Allah, yang kulayani dengan segenap hatiku dalam pemberitaan Injil Anak-Nya, adalah saksiku, bahwa dalam doaku aku selalu mengingat kamu:
1:10 Aku berdoa, semoga dengan kehendak Allah aku akhirnya beroleh kesempatan untuk mengunjungi kamu.
1:11 Sebab aku ingin melihat kamu untuk memberikan karunia rohani kepadamu guna menguatkan kamu,
1:12 yaitu, supaya aku ada di antara kamu dan turut terhibur oleh iman kita bersama, baik oleh imanmu maupun oleh imanku.
1:13 Saudara-saudara, aku mau, supaya kamu mengetahui, bahwa aku telah sering berniat untuk datang kepadamu–tetapi hingga kini selalu aku terhalang–agar di tengah-tengahmu aku menemukan buah, seperti juga di tengah-tengah bangsa bukan Yahudi yang lain.
1:14 Aku berhutang baik kepada orang Yunani, maupun kepada orang bukan Yunani, baik kepada orang terpelajar, maupun kepada orang tidak terpelajar.
1:15 Itulah sebabnya aku ingin untuk memberitakan Injil kepada kamu juga yang diam di Roma.
1. Paulus mewakili apa yang seharusnya dimiliki setiap orang Kristen. Paulus adalah teladan hidup bagi kita semua tentang bagaimana seharusnya seorang Kristen sejati. Yang kita pelajari tentang Paulus dari bagian ini adalah sikapnya terhadap pelayanan dan pengabdiannya kepada Allah. Paulus adalah teladan dan model bagi pelayanan Kristen. Apakah kita meluangkan waktu untuk memeriksa pelayanan kita? Paulus bersyukur atas reputasi baik jemaat di Roma. Pertama-tama aku mengucap syukur kepada Allahku oleh Yesus Kristus atas kamu sekalian, sebab telah tersiar kabar tentang imanmu di seluruh dunia. Rasa syukur Paulus tidak naik dan turun berdasarkan pada keadaan duniawinya, tetapi pada kekayaan persekutuannya dengan Tuhannya. ” Aku mengucap syukur kepada Allahku oleh Yesus Kristus;” “tentu saja tidak berarti ‘milikku dan bukan milikmu’; ini hanyalah cara untuk menekankan semangat pengabdiannya, komitmen pribadinya yang mendalam kepada Kristus.
Kata “iman” disini dapat diterjemahkan kesetiaan/ faithfulness.” Kata “iman” selalu berarti kesetiaan. Dengan kata lain, bukan hanya apa yang kitaa katakan atau kita percayai, melainkan bagaimana kita hidup. Kehidupan orang Kritsten yang setia kepada Kristus dikenal di seluruh dunia. Ke mana pun Paulus bepergian, orang-orang membicarakan orang-orang percaya Romawi itu. Seseorang mungkin sedang menggambarkan gereja di Roma bahwa gereja bukanlah kapal pesiar melainkan armada kapal penangkap ikan.
2. Roma (rhome) adalah jantung kekaisaran. Kota ini merupakan kota para filsuf dan penyair. Kota ini merupakan rumah bagi segala macam berhala. Kota ini sepenuhnya tunduk pada paganisme. Kota ini merupakan pusat pemujaan kaisar. Kota Roma merupakan pusat arogansi intelektual. Kota ini merupakan kota terbesar di dunia pada saat itu. Orang Romawi tak punya hati nurani; mereka bagaikan binatang buas yang penuh nafsu dan rakus, yang semakin buas karena kecerdasan dan kemegahannya. ke dalam kota Roma “mengalir segala sesuatu yang keji dan menjijikkan, dan ke mana pun hal itu didorong”. Namun, di tengah kehidupan seperti itu, orang-orang kudus Romawi menjalani kehidupan yang sangat murni, memberikan kesaksian yang mulia tentang Kekristenan dan kuasa Injil kasih karunia. Rupanya, kesaksian orang-orang Kristen Yahudi telah begitu menghasut orang-orang Yahudi yang tidak percaya sehingga kekacauan itu mengancam kedamaian seluruh kota. Pada tahun 49 M, Kaisar Klaudius mengusir orang-orang Yahudi dari Roma (Kisah Para Rasul 18:2) karena mengira mereka semua adalah pengikut seseorang yang bernama Kristus.
Orang Kristen di Roma tidak populer, dianggap sebagai ‘musuh umat manusia’ dan dianggap melakukan kejahatan seperti kanibalisme. Oleh karena itu, mereka menjadi korban kejahatan kekaisaran dan penganiayaan terhadap orang Kristen di bawah Nero. Inilah yang secara tradisional menjadi latar belakang kemartiran Paulus.
Seperti yang dikatakan Calvin, “Keunggulan gereja bukanlah terletak pada banyaknya orang, melainkan pada kemurniannya.” Bagi orang Kristen di Roma pengaruh Injil sangat penting. Ketika pengaruh Injil begitu penting di gereja, kuasa Injil tak terbendung di dunia. Gereja di Roma terkenal karena imannya. Orang-orang ini dikenal di mana-mana karena iman dan gaya hidup mereka yang teguh. Beberapa gereja terkenal karena pendetanya, donaturnya, arsitekturnya, ukuran dan asset gerejanya.
3. Paulus bersyukur atas gereja di Roma. Perlu dicatat bahwa bagi natur kedagingan, mengkritik selalu lebih mudah daripada memuji. Kita hidup di dunia yang telah jatuh dan tidak sempurna, dan jika kita mau, kita selalu dapat menemukan sesuatu untuk dikritik. Sejujurnya, kita, sebagai ciptaan baru di dalam Kristus, terlalu sering bertindak dengan cara yang sama. Bagi sebagian orang, inilah cara hidup mereka. Hal pertama yang keluar dari mulut mereka adalah luapan kritik verbal. Ketika ia berjalan ke taman bunga, kita tidak dapat melihat bunga-bunga yang indah karena mata kita hanya tertuju kepada tumpukan kotoran. Dunia ini penuh dengan orang-orang seperti itu. Tetapi tidak demikian halnya dengan Paulus, kiranya kita juga bukan demikian. Ketika kita pergi ke gereja, berusahalah untuk membangun orang lain. Terlalu sering kita datang ke gereja dengan kepentingan pribadi.
Iman kita terilhami ketika kita melihat iman yang kuat pada orang percaya lainnya. Karena hal itu menunjukkan kepada kita bahwa Tuhan sedang bekerja dalam diri orang percaya biasa lainnya yang berjuang menjalani hidup sama seperti kita. Salah satu sifat Paulus yang patut dikagumi adalah, meskipun ia seorang rasul, ia tetap percaya bahwa ia dapat dikuatkan oleh iman orang-orang Kristen Roma, sama seperti mereka dapat dikuatkan oleh imannya. Hal ini memberi kita gambaran sekilas tentang kerendahan hati Paulus yang sejati. Kita seharusnya didorong untuk melihat gereja-gereja lain berhasil. Paulus tidak bersaing untuk melihat gereja-gereja yang ia dirikan lebih baik daripada yang tidak ia dirikan. Ia ingin semua gereja yang setia berkembang. Jadilah peniru Paulus. Ini real ministry.
4. Bagaimana kita memperkuat gereja kita? Menjadikan gereja yang sehat? Miliki sikap yang baik. Jika kita berkata kepada seorang anak, “Kamu bodoh,” ia akan kesulitan belajar di kelas. Pelayanan dari hati dimulai dengan hati yang Bersyukur, hati yang melihat dan memperhatikan kebaikan yang dilakukan orang lain. Untuk memiliki gereja yang sehat kita harus menjadi anggota jemaat yang memiliki sikap yang baik. Jika ingin memiliki pelayanan yang hebat, tetapi sikap buruk yang kita tampilkan, kita akan merugikan gereja kita. Kebanyakan orang tidak datang kepada Kristus sebagai respons langsung terhadap khotbah yang mereka dengar di tengah keramaian. Mereka datang kepada Kristus karena pengaruh seseorang. Jadilah orang yang secara aktif membangun orang lain. Kita juga harus berdoa untuk kebutuhan bersama, pertumbuhan rohani, pendeta, penatua dan pengurus gereja. Jadikan persekutuan sebagai prioritas. Paulus rindu untuk bersama gereja dan membangun mereka. Berusahalah membangun orang lain. Jangan hanya menjadi konsumen. Kita perlu memastikan ini juga menjadi prioritas kita. Jadikan Injil sebagai pusat. Kehidupan, fokus, dan misi Paulus adalah Injil. Bagi dia, segala sesuatu adalah tentang Injil, dan hal yang sama juga harus berlaku bagi kita.
5. Paulus berharap dapat mengunjungi Roma dalam perjalanannya ke Spanyol, dan berharap “akan ditolong olehmu dalam perjalananku ke sana, supaya aku dapat menikmati kebersamaan dengan engkau sejenak” (15:24). Ia jelas mengharapkan dukungan mereka untuk misinya ke Spanyol. satu faktor penyebabnya adalah larangan sementara terhadap orang Yahudi di Roma, yang ditetapkan oleh Klaudius (Kis. 18:2). Tentu saja, Paulus akhirnya mengunjungi Roma, meskipun tidak seperti yang ia perkirakan, karena kunjungannya ke Roma adalah sebagai seorang tahanan yang dirantai (Kis. 28:17-30).
Meskipun Paulus sangat ingin mengunjungi Roma, ia tetap mengakui kedaulatan Tuhan atas rencana-rencananya. Ketika hati kita tertuju pada suatu hal, dan kita berdoa untuknya, Tuhan mungkin akan memberkati kita; tetapi, mungkin saja, dengan cara yang tak pernah kita duga. Doa itu terkabul menjelang akhir hayatnya. Setelah dipenjarakan selama dua tahun di Yudea, ia akhirnya dipindahkan ke tahanan rumah di Roma. Kau akan pergi ke Roma, Paulus; tetapi kau akan pergi dengan rantai.
Paulus menyebut Allah sebagai saksinya bahwa ia senantiasa menyebut jemaat di Roma dalam doa-doanya. Ia tidak akan pernah menyebut Allah sebagai saksinya kecuali ia benar-benar yakin bahwa ia telah berdoa dengan setia bagi orang-orang Kristen di Roma.
Bagi Paulus, Tuhan bukanlah abstraksi teologis melainkan Juruselamat terkasih dan sahabat karib.” Dia adalah Tuhanku. Dia milikku, dan aku milik-Nya.
Menyebut Allah sebagai saksi-Nya akan meyakinkan para pembaca Paulus bahwa ia tidak menggunakan retorika kosong mengenai kepeduliannya terhadap gereja. Karena Allah adalah saksiku” mungkin merupakan pengakuan Paulus tentang betapa mudahnya mengatakan kita akan berdoa untuk seseorang, dan kemudian gagal melakukannya. Paulus ingin mereka tahu bahwa ia sungguh-sungguh berdoa. Allah adalah saksiku. Paulus menambahkan frasa ini agar orang-orang percaya di Roma dapat memahami betapa sungguh-sungguh ia berdoa bagi mereka dan betapa Ia rindu untuk bertemu dengan mereka. Karena ia secara pribadi tidak dikenal oleh orang-orang Romawi, dan mereka pun tidak mengenalnya, dan mereka mungkin meragukan kasihnya kepada mereka. Seperti dikatakan seseorang; “No one cares how much you know, ‘til they know how much you care.”
6. Paulus menggambarkan pelayanannya sebagai “pelayanan” kepada Allah dalam Roma 1:9. Kata yang diterjemahkan sebagai “pelayanan” mengacu pada pelayanan keagamaan/ religious service dan ibadah. Kata Yunani untuk pelayanan (Latreuo) yang Paulus gunakan di sini selalu mengandung gagasan pelayanan keagamaan, dengan unsur penyembahan dan pemujaan. Setiap pekerjaan yang dilakukan untuk kerajaan Allah harus memiliki unsur ibadah. Hal ini menunjukkan bahwa Paulus memandang pekerjaannya bukan sekadar pekerjaan, melainkan sebagai pelayanan suci kepada Allah. Penyembahan terbesar yang dapat dipersembahkan orang percaya kepada Allah adalah pelayanan yang tulus, murni, dan sepenuh hati. Ibadah dan pelayanan Paulus saling berkaitan erat. Ibadahnya adalah sebuah tindakan pelayanan, dan pelayanannya adalah sebuah tindakan penyembahan. Paulus mengatakan bahwa pelayanannya kepada Tuhan sepenuhnya tulus dan dimotivasi secara internal. Kesaksian seperti itu seharusnya mendorong orang Kristen di mana pun untuk memeriksa hati mereka sendiri dan mempertimbangkan motif mereka sendiri dalam melayani Tuhan. Pelayanan Paulus tidak dilakukan untuk pamer. Ada hasrat dan semangat, tetapi bukan semangat “duniawi” demi dirinya sendiri. Paulus melayani bukan untuk kemuliaan atau kepribadiannya sendiri, melainkan untuk memuliakan Allah. Ia tidak mengandalkan kefasihan, pengetahuan, atau hikmat manusia, melainkan pada kuasa Roh Kudus. Orang Kristen yang memandang pelayanannya kepada Tuhan sebagai sarana untuk menerima penghargaan dan kepuasan pribadi pasti akan mengalami kekecewaan dan rasa mengasihani diri sendiri. Pelayanan Paulus dilakukan dalam kelemahan dan rasa takut, mengandalkan kuasa Allah, bukan kekuatannya sendiri. Semangatnya seperti Kristus, untuk mencari dan menyelamatkan yang terhilang. Kita sering kali kurang bersemangat dalam pekerjaan Tuhan, kita benar-benar tenggelam dalam hal-hal kedagingan yang kita sukai, entah itu berburu, memancing, sepak bola.
7. Berhutang Kepada Injil (1:14-15). Itulah sebabnya aku ingin untuk memberitakan Injil kepada kamu juga yang diam di Roma.
Paulus ingin, bahasa Yunani prothumos dari pró = sebelum + thumós = gairah/ bersemangat, ini menunjukkan kesediaan, kecenderungan, kesiapan. Artinya bersemangat (dan sigap) untuk melayani. Sudah saatnya kita berhenti membidik dan mulai menembak. Orang Kristen dan hamba-hamba Tuhan hendaknya seperti itu bagaikan kuda pacu yang bersemangat di gerbang atau pelari cepat di garis start.
Paulus mengakui bahwa ia berutang (Yunani: opheiletes). Kata opheiletes memiliki beberapa arti. Yang paling tepat untuk ayat ini adalah “wajib” atau “terikat secara moral”. Ketika Paulus mengatakan bahwa ia opheiletes bagi orang Yunani, orang barbar, orang bijak, dan orang bodoh, ia mengatakan bahwa ia berkewajiban kepada mereka––terikat secara moral untuk melakukan suatu bentuk pelayanan bagi mereka. Kata ini juga menyiratkan rasa urgensi. Paulus tahu bahwa ia hanya memiliki waktu yang terbatas untuk melaksanakan pekerjaan Tuhan dalam hidupnya. Ia juga tahu bahwa mereka yang perlu mendengar Injil kehabisan waktu. Kita juga membutuhkan rasa urgensi yang sama dalam pelayanan kita kepada Tuhan.
Motivasi Paulus untuk berkhotbah dan mengajar adalah kesadaran bahwa ia berutang/ debitur. Kita melihat utang besar yang ia miliki sebagai motivasi untuk melayani Injil. Kewajiban dan utangnya berasal dari kasih karunia Allah. Jadi Paulus tidak menganggap kewajibannya memberitakan Injil sebagai semacam paksaan atau tugas. Kasih karunia Allah menciptakan utang. Penting bagi kita untuk mencoba sepenuhnya menghargai kasih karunia yang telah dianugerahkan kepada kita melalui Yesus. Kasih karunia Allah memotivasi Paulus untuk berkhotbah kepada setiap orang di bumi, terlepas dari status, ras, atau tingkat pengetahuan mereka. Penginjilan dan pengajaran mengalir dari pengakuan akan kasih karunia yang telah kita terima. Allah telah bermurah hati kepada kita. Bagaimana mungkin kita duduk diam mendengar kabar baik? Bagaimana mungkin kita tidak membuka mulut dan memberitakan kabar baik tentang Yesus, yang telah dinobatkan sebagai raja surga dan bumi? Inilah sebabnya kita perlu bersemangat mengundang sesama kita ke kebaktian. Bukan karena rasa kewajiban. Biarlah kasih karunia menjadi alat motivasi yang mendorong kita untuk berbicara, mengundang orang kepda Kristus. Inti dari ayat ini adalah bahwa Kristus telah mewajibkan Paulus untuk memberitakan Injil kepada semua orang. Para murid mula-mula adalah penjala manusia. Sementara murid-murid modern seringkali tak lebih dari penjaga akuarium. Apakah kita menggambarkan hidup kita sebagai kehidupan yang dijalani dengan penuh semangat untuk memberitakan Injil? Amin.
Leave a comment