103:15 Adapun manusia, hari-harinya seperti rumput, seperti bunga di padang demikianlah ia berbunga;
103:16 apabila angin melintasinya, maka tidak ada lagi ia, dan tempatnya tidak mengenalnya lagi.
103:17 Tetapi kasih setia TUHAN dari selama-lamanya sampai selama-lamanya atas orang-orang yang takut akan Dia, dan keadilan-Nya bagi anak cucu,
103:18 bagi orang-orang yang berpegang pada perjanjian-Nya dan yang ingat untuk melakukan titah-Nya.
Inilah metafora untuk kita. Hari-hari kita singkat. Sementara kita merindukan kekekalan. Gambaran ini berfungsi sebagai pengingat bahwa waktu kita di bumi ini singkat. Mazmur ini adalah himne pujian yang menempatkan kebaikan dan kasih karunia Tuhan di pusatnya. Ketika dihadapkan dengan kelemahan dan kerapuhan kita mansuia, apa tanggapan kita? Apakah ini mengingatkan kita akan kebutuhan kita keselamatan? Ayat ini mengingatkan kita bahwa, dalam lingkup kekekalan yang agung, waktu kita di sini terbatas. Kesadaran ini seharusnya mendorong kita untuk berfokus pada apa yang benar-benar penting; hubungan kita dengan Tuhan dan hal-hal yang memiliki makna kekal. Meskipun hidup kita mungkin tampak penting bagi kita, itu hanyalah momen singkat dalam garis waktu kekal Allah.
Kehidupan manusia dikontraskan dengan belas kasihan Allah. Kita tidak stabil. Dia setia. Dan kasih setia-Nya akan menopang kita dari generasi ke generasi. Kehidupan seseorang singkat, tetapi belas kasihan Allah kekal selamanya. Hidup manusia seperti rumput, seperti bunga di padang yang mekar; bila angin bertiup, ia akan layu.” Bertambahnya usia menyebabkan stamina dan kesehatan seseorang memudar. Meskipun kata-kata ini mungkin membuat kita merenung, kata-kata ini sebenarnya tidak membuat kita putus asa. Karena kita juga dapat yakin bahwa kasih setia Tuhan selama-lamanya menyertai orang-orang yang takut akan Dia. Kasih Allah menyertai kita dan tidak akan membiarkan apa pun memisahkan kita dari-Nya (lihat Roma 8:38-39). Inti dari bagian ini adalah untuk menyoroti kebodohan manusia memilih menjalani hidup ini tanpa mencari belas kasihan Allah. Mengetahui bahwa kasih Allah itu “dari selama-lamanya sampai selama-lamanya” berarti bahwa apa pun yang kita alami, kasih Allah tetap sama.
Mengetahui tentang kehidupan selanjutnya sungguh menghibur: bahwa kematian bukanlah akhir, melainkan awal yang baru; bahwa Tuhan menghidupkan kembali setiap orang di kerajaan-Nya yang kekal, dunia spiritual; bahwa Dia membangkitkan tubuh roh agar kita dapat melanjutkan hidup di sana. Ini sungguh merupakan kelanjutan hidup: kita tetap menjadi orang yang sama; kita bertemu dengan orang-orang yang kita kenal. Ini adalah gambaran yang indah, dan dapat memberikan penghiburan yang luar biasa.
Sesungguhnya, seluruh tujuan hidup kita di bumi ini adalah untuk mempersiapkan diri bagi dunia lain yaitu untuk kehidupan yang kekal. Kita perlu menyadari bahwa, sepenting apa pun hidup ini, itu bukanlah segalanya. Jadi, kita harus memandang segala sesuatu yang kita lakukan dalam terang kekekalan, bukan hanya cakrawala kita yang terbatas.
A.W. Tozer berkata, “Kasih Allah adalah kasih yang tak berubah.” Ini menekankan kekekalan dan keandalan kasih Allah bagi kita.
Meskipun kita enggan memikirkannya, hidup kita di bumi ini singkat. Apa yang telah kita perjuangkan dengan keras sepanjang hidup kita, akan diserahkan kepada orang lain yang mungkin hanya menyia-nyiakannya. Semuanya terasa sia-sia dan seperti mencoba menangkap angin. Makna hidup bukan di dunia ini, melainkan di dunia yang akan datang. Hidup bukan tentang kita, melainkan tentang Tuhan. Hidup mendapatkan makna sejatinya bukan dari kesuksesan, melainkan dari hubungan pribadi dengan Sang Pencipta.
Yang memberi alasan sejati untuk hidup adalah ketika kita menghormati Tuhan dan berusaha menyenangkan-Nya dengan segala cara. Semakin kita mengorbankan diri dan membiarkan Yesus benar-benar menjadi Tuhan kita, semakin kita menemukan makna hidup dan semakin bahagia kita dalam menjalaninya. Yesus, dalam mengajar murid-murid-Nya untuk berdoa, meminta agar kehendak Bapa terjadi di bumi seperti di surga. Mazmur kita menggambarkan hal itu dengan mengatakan bahwa mereka selalu melakukan perintah-Nya dan menaati firman-Nya. Inilah yang seharusnya menjadi sikap dan hidup kita. Di dunia yang seringkali mendorong kita mengejar kesuksesan, kekayaan, atau pengakuan, ayat ini dengan lembut mengingatkan kita bahwa semua itu bersifat sementara. Ayat ini mengajak kita untuk memprioritaskan hubungan kita dengan Tuhan. Memahami bahwa hidup ini singkat seharusnya memotivasi kita untuk hidup dengan tujuan. Amin.
Leave a comment